Pantjir
Obrolan saat di perjalanan pulang dengan abah Ace dengan nama lain si Bebek, malahan aku lebih mngenal ke mobilnya -odeng-. Putih susu awalnya yang berubah menjadi tidak keruan karena banyak tambalan dan karatan dimana-mana.
Odeng sering dinaiki dari depan pasar Pandeglang atau depan BNI 46, masih dalam penguasaan driver berbadan tinggi tegap, gondrong, kadang berkaca mata hitam dan berjubah tebal. Hadi. Kudengar sebutan seperti itu, dan mungkin namanya begitu. Pernah terlihat di pinggir jalan kios buah pisang disebelah kiri jalan ke arah Labuan, sebelum nyebrang ke rumah makan Samudra Biru. Terlihat lagi berada di kios buah pisang juga di gang arah Halimun. Beberapa tahun sebelum ada di tangan Abah Ace, pernah juga dibawa oleh Nanang Menes (alm).
Pantjir. sebuah nama yang cukup dikenal dikalangan orang-orang Menes, bahkan Banten hingga Lampung, katanya. Nama Pantjir pernah terdengar cukup jelas dari seorang perempuan guru SD yang mengaku sebagai adiknya. Seorang Panntjir cukup disegani, tapi merupakan seorang penurut kepada istrinya, kabarnya hanya istri pertama yang bisa mengendalikannya.
Pernah terlihat di baliho di Kampung Kolot Menes, terpampang wajahnya saat itu sebagai Caleg dari PRNI, caleg provinsi.
Dari abah Ace jadi tahu bahwa ka Iim adalah anaknya bapak Pantjir dari istrinya yang orang Lampung. Sedangkan sang anak pernah mengakui sebagai orang Tigaherang, Rajadesa. Sekarang memiliki tiga colt mini, yang pertama warna hijau dengan tulisan Prancis dibawa Kacong, yang kedua warna merah dibawa Ponco sedangkan colt ketiga yang jok belakangnya hampir copot dikendarainya oleh ka Iim.
Komentar
Posting Komentar